Akal Dan Wahyu

AKAL DAN WAHYU
Teologi sebagai ilmu yang membahas soal ketuhanan dan kewajiban manusia kepada Tuhan, memakai akal dan wahyu dalam memperoleh pengetahuan tentang kedua soal tersebut. Akal, sebagai daya pikir yang ada dalam diri manusia berusaha keras untuk sampai kepada diri Tuhan dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika turun kepada manusia dengan keturunan tentang Tuhan dan kewajiban manusia kepada Tuhan.
Bagi kaum mu’tazilah segala pengetahuan dapat diperoleh dengan perantara akal, dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam. Dengan demikian berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah wajib. Baik dan jahat wajib diketahui melalui akal dan demikian pula mengerjakan yang baik dan mengetahuiyang jahat pula wajib.
            Menurut al-syahrastani kaum mu’tazilah satu dalam pendapat bahwa kewajiban mengetahui dan berterima kasih kepada Tuhan dan kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang burukdapat diketahui dengan akal. Sudah barang tentu bahwa  mengetahui bahwa sesuatu hal adalah wajib, orang harus terlebih dahulu mengetahui hakikat hal itu sendiri. Tegasnya, sebelum mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat, orang harus terlebih dahulu mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Sebelum mengetahui hal-hal itu orang tentu dapat mengetahui sikap terhadapnya.
            Dari aliran Asy-ariah sendiri menolak sebagian dari pendapat kaum mu’tazilah. Dalam pendapatnya segala kewajiban manusia hanya dapat diketahui melalui wahyu.akal tak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia. Betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepadanya. Juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada tuhan akan memperoleh upah dan yang tidak patuh kepada-Nya akan mendapat hukuman.
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat al-Asy’ariah akal tak mampu menegetahui kewajiban-kewajiban manusia. Untuk itulah wahyu diperlukan. Akal dalam pada itu dapat mengetahui Tuhan.   
Menurut Al-Ghazali akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi tidak dapat mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan karena segala kewajiban dapat diketahui hanya melalui wahyu. Oleh karena itu, sebelum turunnya wahyu, tidak ada kewajiban-kewajiban dan tidak ada larangan-larangan bagi manusia.
Al-Ghazali, seperti al-asy’ariah dan al-baghdadi, juga berpendapat bahwa akal tidak dapat membawa kewajiban-kewajiban bagi manusia kewajiban-kewajiban ditentukan oleh wahyu. Dengan demikian kewajiban mengetahui tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang jahat hanya dapat diketahui dengan perantara wahyu. Paham ini, bagi Al-Ghazali, rapat hubungannya dengan definisi baik dan jahat. Kata wajib menurut al-Ghazali merupakan sifat bagi perbuatan-perbuatan dan sesuatu perbuatan yang sebenarnya bersifat wajib kalau tidak dilakukan perbuatan itu menimbulkan kemudharotan bagi manusia kelak diahirat.
Menurut pemuka-pemuka al-asy’ariah pendapat yang mereka utarakan itu adalah juga pendapat al-asy’ari. Kelihatannya apa yang mereka katakan itu benar, karean didalam Kitab al-luma’ al-asy’ari menulis: “jika seseorang mengatakan berdusta adalah jahat karena Tuhan menentukan demikian, kita akan jelaskan kepadanya: Tentu saja, dan jika Tuhan sekiranya menyatakan perbuatan itu baik maka itu mestilah baik dan jika itu ia wajibkan maka akan ada orang yang menentangnya”. Jelas bahwa uraian al-asy’ari yang ringkas ini mengandung arti bahwa baik dan buruk ditentukan Allah SWT, bukanlah oleh akal manusia. Oleh karena baik dan buruk tak dapat diketahui dengan akal. Wahyulah yang menjelaskan baik dan buruk kepada manusia.
Akal kata al-Maturidi, mengetahui sifat baik yang terdapat dalam yang baik dan sifat buruk yang terdpat dalam yang burukdengan demikian akal juga tahu bahwa berbuat buruk adalah buruk dan berbuat baik adalah baik dan pengetahuan inilah yang memastikan adanya perintah dan larangan. Akal kata al-maturidi selajutnya mengetahui bahwa bersikap adil dan lurus adalah baik dan bahwa bersikap tak adil dan tak lurus adlah buruk. Oleh karena itu akal lebih memandang mulia terhadap orang ynag adil serta yang lurus dan memandang rendah orang yang bersikap tak adil dan tak lurus. Akal selanjutnya memerintahkan manusia mngerjakan perbuatan-perbuatan yang membawa kepada kerendahan. Perintah dan larangan dengan demikian, menjadi wajib dengan kemestian akal ( fayajib al-amr wa al-nahy bidarurah al-aql )
Adanya perbedaan paham antara samarkan dan bhukara telah disinggung pula oleh Abu ‘Uzbah . al-Maturidi sepaham dengan Mu’tazilah berpendapat bahwa matangnya akallah yang menentukan kewajiban mengetahui Tuhan bagi anak, dan bukan tercapainya umur dewasa         oleh anak itu. Golongan bhukara tidak mempunyai paham yang demikian. Dalam paham mereka akal tidak mampu untuk menentukan kewajiban, akal hanya tahu untuk mengetahui sebabnya kewajiban.sebagai kata abu ‘uzbah akal bagi mereka adalah alat untuk mengetahi kewajiban ( al-mujib ) ialah Tuhan.

FUNGSI WAHYU
Mengenai soal tuhan, betul kaum mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan tak mempunyai sifat, tetapi sebagai telah dijelaskan sebelumnya, mereka telah berpendapat bahwa tuhan mengetahui, berkuasa melihat, mendengar dan sebagainya. Hanya apa yang disebut sifat oleh golongan lain bagi mereka adalah esensi tuhan dan untuk menggambarkan hal itu mereka tetap memakai kata sifat. Dalam paham mereka semua sifat tuhan dapat diketahui. Termasuk didalamnya sifat-sifat mendengar dan melihat yang menurut aliran lain dapat diketahui hanya melalui wahyu. Argumen yang dimajukan kaum mu’tazilah dalam hal ini ialah: karena tuhan hidup dan karena tuhan suci dari segala kekurangan, maka ia mesti mempunyai pendengaran dan penglihatan.
Penglihatan dan pendengaran sungguhpun mengandung arti materi dapat dilekatkan keapada diri tuhan yang bersifat immateri, karena dalam diri tuhan sifat-sifat itu tidak musti mempunyai bentuk jasmani. Berlainan dengan manusia tuahan tidak berhajat pada mata dan telinga jasmani untuk mendengar dan melihat. Untuk dapat hidup manusia yaitu tubuhnya, berhajat pada roh dan roh tak dapat melihat dan memdengar kecuali dengan pertolongan alat-alat dari badan yang menjadi tempat kediamannya. Tuhan hidup dengan zatnya, tdak dengan roh, dan oleh karena itu tidak berhajat pada alat-alat jasmani untuk melihat dan mendengar.
Wahyu menurut mu’tazilah mempunyai fungsi konfirmasi dan informasi, memperkuat apa yang telah diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diketahui akal, dan dengan demikian menyempurnakan pengetahuan yang telah diperoleh akal. Bahwa wahyu mempunyai fungsi konfirmasi bagi mu’tazilah dikandung dalam keterangan al-syahrastani dan jika syariat membawa penjelasan tentang baik dan buruk syariat memberi informasi dan tidak menentukan baik dan buruk . jadi tidak selamanya wahyu yang menentukan apa yang baik dan apa yang buruk, karena akal bagi mu’tazilah dapat mengetahui dari sebagian yang baik dan sebagian dari yang buruk.

Al-khayyat memberi fungsi lain disamping fungsi-fungsi diatas. Rasul-rasul dikirim adalah untuk menguji manusia, dalam arti mengetahui siapa yang patuh kepada tuhan dan siapa yang melawan tuhan, tuhan telah menunjukkan jalan ke syurga dan jalan ke neraka dan terserahlah kepada manusia memilih jalan yang akan ditempunya.
Fungsi selanjutnya dari wahyu, sebagai disebut al-syahrastani, ialah mengingatkan manusia tentang kelalaian mereka dan memperpendek jalan untuk mengetahui tuhan. Jadi akal telah telah tahu pada tuhan dan telah tahu akan kewajiban kepada tuhan, dan wahyu datang untuk mengingatkan manusia pada kewajiban itu. Akal dapat mengetahui tuhan,tetapi mengetahui jalan yang panjang dan wahyu memperpendek jalan yang panjang itu.
Bagi kaum al-asy’ariah karena akal dapat mengetahui hanya adanya tuhan saja, wahyu mempunyai kedudukan penting. Manusia menegetahui baik dan buruk mengetahui kewajiban-kewajibannya hanya karena turunya wahyu. Dengan demikian jika sekiranya wahyu tidak ada, manusia tidak akan tahu kewajiban-kewajibannya. Sekiranya syariat tidak ada, kata al-ghazali, manusia tidak berkewajiban mengetahui tuhan dan tidak akan berkewajiban berterima kasih kepadanya atas nikmat-nikmat yang diturunkanya kepada manusia. Demikian juga soal baik dan buruk. Kewajiban berbuat baik dan kewaiban menjauhi perbuatan buruk di ketahui dari perintah dan larangan tuhan. Segala kewajiban dan larangan kata al-baghdadi,diketahui melalui wahyu, tak ada kewajiban dan larangan bagi manusia.
Jelas bahwa dalam pendapat al-asy’ariah wahyu mempunyai fungsi yang banyak sekali. Wahyu menetukan boleh dikata segala hal. Sekiranya wahyu tak ada, manusia akan bebas berbuatapa saja yang saja yang dikehendakinya, dan sebagai akibatnya masyarakat akan berada dalam kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur masyarakat manusia dan memang demikian pendapat al-asy’ariah. Salah satu fungsi wahyu, kata al-dawwani, ialah memberi tuntunan kepada manusia untuk mnegtur hidupnya di dunia.
            Oleh karena itu pengiriman rasul-rasul dalam teologi al-asy’ariah seharusnya merupakan suatu kemestian dan bukan hanya suatu hal yang terjadi ( jaiz ) sebagaimana yang dijelaskan al-ghazali dan al-syahrastani.
Adapun aliran maturdiah, wahyu dari cabang samarkan mempunyai fungsi yang lebih kurang dari pada wahyu dalam faham bhukara/ wahyu bagi golongan perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk, sedangkan dalam pendapatpendapt golongan kedua wahyu perlu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia.

Sebagai kesimpulan dari uraian  mengenai fungsi wahyu ini dapat dikatakan bahwa wahyu mmpunyai kedudukan terpenting dalam aliran asy’ariah dan fungsi terkecil dalam faham mu’tazilah. Bertambah besar fungsi diberikan kepada wahyu dalam suatu aliran, bertambah kecil daya akal didalam alira itu. Sebaliknya bertambah sedikit fungsi wahyu dalam sesuatu aliran bertambah besar daya akal dalam aliran itu. Akal, dalam usaha memperoleh pengetahuan bertindak atas usaha dan daya sendiri dan dengan demikian menggambarkan kemerdekaan dan kekuasan manusia, karenawahyu diturunkan tuhan untuk menolong  manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.         

Komentar

Postingan Populer